Kemunculan dan laju Information and Technologhy (IT) mengubah 180 derajat tatanan
sosial yang telah berlaku selama berabad-abad di muka bumi, menghilang dan
lenyap begitu saja. Keteraturan sosial kebudayaan yang terjalin erat pada
setiap masyarakat di berbagai pelosok dunia berubah dan bahkan menjadi runtuh. Keruntuhan
dan perubahan yang mengharuskkan budaya lokal tergerus oleh jerujinya akhirnya justru
menyeret arus gerak budaya lokal untuk mengikuti laju teknologi informasi tanpa
ampun sejak awal kemunculannya di akhir abad ke 19 hingga sekarang.
Budaya yang ditampilkan oleh teknologi informasi memang
tidak melulu negatif, namun juga ada yang positif. Akan tetapi permasalahan
yang muncul sekarang adalah begitu signifikan-nya
pengaruh negatif daripada pengaruh positif teknologi informasi bagi perubahan
iklim budaya dunia saat ini.
Kilas balik dari berbagai macam budaya yang dahulu
masih ramai dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia misalnya, adalah budaya “Gotong-royong”. Namun, setelah kemunculan
teknologi informasi yang begitu kencang sekarang mulai terkikis habis hingga tergulung
arus dan hilang. Sebagai akibatnya muncullah budaya “Egoisentris” atau rasa hidup
sendiri-sendiri. Kemunculan budaya egoisentris tidak tanggung-tanggung menjadi
virus yang menjangkiti setiap pikiran sehat seluruh pengikut arus teknologi dan
informasi. Budaya negatif egoisentris muncul berhadapan dengan budaya
gotong-royong dan hidup berdampingan yang positif.
Selanjutnya “Budaya Malu”, malu merupakan budaya
yang positif bagi berbagai masyarakat di dunia, tak terkecuali diantaranya
adalah Indonesia, namun yang terjadi sekarang, setelah begitu tingginya arus
teknologi informasi, justru banyak orang yang tidak tahu malu, dan bahkan banyak
yang salah menempatkan rasa malu. Implikasinya rasa sopan-santun, rasa
hormat-menghormati, rasa saling menghargai yang dahulu membanjiri seluruh tingkah
laku masyarakat dunia, kini hilang terbakar bara teknologi informasi yang acuh
tak acuh.
Atau seperti “Ketergantungan”
setiap individu modern terhadap akses teknologi informasi yang berpengaruh
besar pada semakin kurangnya minat belajar dan membaca masyarakat.
Ketergantungan atau kecanduan terhadap akses informasi tidak saja menjadikan
pecandu kehilangan waktu belajar dan membaca namun juga, telah menghilangkan
seluruh tenaga dan materinya untuk hal yang sia-sia sama sekali. “Mengeneralisir”
seluruh penikmat teknologi informasi sebagai pecandu yang ketergantungan memang
bukanlah hal yang benar, akan tetapi karena begitu komperhensifnya pengaruh
teknologi dan informasi bagi seluruh masyrakat dunia maka, bukanlah hal yang
salah tanpa dasar untuk mengeneralisir setiap penikmat teknologi informasi
sebagai orang yang ketergantungan ketimbang bahasa “dominan”.
Barangkali “Hidup
Instan” juga merupakan satu gaya hidup baru yang muncul oleh karena pengaruh
teknologi informasi yang masif. Hidup instan, berarti hidup praktis tanpa
rentetan proses yang berbelit-belit. Adalah gaya hidup yang negatif karena
menjadikan setiap masyarakat untuk melakukan semua pekerjaan tanpa melihat
dampak yang timbul akbat pekerjaannya.
Dan seluruh rentetan budaya positif yang hilang tertelan oleh budaya
negatif baru yang disebarkan oleh teknologi dan informasi.
Mbuh bli jelas (belum selesay) hihi..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar